RSS

PATHILO WARNA-WARNI ANEKA RASA


PATHILO WARNA-WARNI ANEKA RASA

ARIFIANI  KURNIASIH
SISWA SMA N 2 WONOSARI   arifiani224@yahoo.co.id

A.     Pendahuluan
Pathilo merupakan makanan tradisional yang banyak ditemui di Gunungkidul, terutama di daerahTanjungsari. Berdasarkan informasi yang penulis kumpulkan, pathilo berasal dari kata pathi dan lo. Pathi berarti pati dan lo artinya telo (singkong). Bahan utaman pembuatan jajanan tradisional ini adalah singkong. Pathilo mempunyai rasa yang asin dan gurih. Bentuknya bulat seprti lingkaran dan umumnya berwarna merah dan putih.

B.     Pembuatan Pathilo
Langkah untuk membuat pathilo sangat mudah. Bahan utama yang diperlukan adalah singkong dengan jenis apa pun. Selain itu, diperlukan bahan tambahan untuk mendukung rasa dalam pembuatan pathilo. Bahan-bahan tambahan tersebut seperti bawang putih, kemiri, dan garam.
Langkah awal untuk membuat pathilo adalah mengupas singkong yang telah tersedia. Setelah singkong dikupas,  perlu dicuci hingga bersih untuk menghilangkan kotoran. Sesudah singkong dicuci, jika untuk produksi dalam skala kecil,  maka singkong cukup diparut. Namun, jika pathilo diproduksi dalam skala besar maka untuk menghaluskan singkong memerlukan mesin parut yang dijalankan dengan bantuan listrik. Setelah itu,  parutan singkong diperas memakai alat pemeras. Hasil perasan atau ampas tersebut didiamkan selama satu malam dalam baskom dan ditambahkan bumbu yang sudah dihaluskan. Kemudian didiamkan selama satu malam ampas tersebut dikepal untuk dibawa kecetakan pathilo. Setelah dikepal,  ampas singkong tersebut ditekan hingga berbentuk seperti cendol yang ukurannya sekitar 5 cm dan tebal 0,5 cm di atas tambir yang nantinya akan digunakan untuk pengukusan. Waktu yang diperlukan untuk pengukusan adalah 30 menit. Sesudah pengukusan selesai,  maka langkah selanjutnya adalah proses pengeringan.  Setelah proses pengeringan selesai,  langkah terakhir yang ditempuh adalah membungkusnya dengan plastik kemasan.


C.     Pengalaman Penulis tentang Pathilo
Pathilo banyak diproduksi oleh masyarakat daerah Tanjungsari dan Tepus Kabupaten Gunungkidul. Pengalaman penulis dalam mengkonsumsi pathilo dimulai sejak kelas satu SD di daerah Mendang NgestirejoTanjungsari Gunungkidul. Saat itu, penulis mendapatkan pathilo tersebut dari tetangga. Ketika melihat bentuk dan warna pathilo,  penulis merasa sangat penasaran dan ingin mencoba memakannya. Setelah mencoba memakannya, ternyata pathilo tersebut memiliki cipta rasa yang gurih.

D.     Fungsi Pathilo di Masyarakat Gunungkidul
Pathilo merupakan jajanan tradisional yang terbuat dari singkong. Manurut Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia,  singkong mempunyai beberapa kandungan seperti 63 g air; 34,7 g pati; 1,2 g protein; 0,3 g lemak; 33 mg kalsium; 40 mg posfor; dan 30 mg vitamin c. Dari beberapa kandungan tersebut,  pati merupakan bahan utama dalam pembuatan pathilo.
Pati atau bisa juga disebut amilum bersifat tidak larut dalam air pada suhu kamar, berwujud bubuk putih, tidak berasa, dan tidak berbau.

E.      Upaya Menyejajarkan Pathilo dengan Jajanan Populer
Selain pembuatan pathilo yang termasuk mudah, pathilo ini juga dapat bertahan lama yakni tiga sampai lima bulan. Keuntungan dari pathilo yang bisa bertahan lama tersebut, sehingga pathilo dapat di export keluar daerah. Walaupun dapat bertahan lama pembuatan pathilo juga tanpa bahan pengawet ataupun bahan–bahan kimia lainnya, sehingga pathilo ini sangat baik dan sehat untuk di konsumsi.
Supaya lebih menarik cetakan pathilo dapat di buat sesuai selera misalnya berbentuk lingkaran, love, segitiga, persegi dan lain-lain. Selain itu rasanya juga dapat di vareasi misalnya rasa pedas, manis, asin, asam, dan gurih. Tidak hanya itu, rasa dari pathilo juga dapat di tambahkan bahan lainnya, contohnya seledri, udang, daun jeruk, dan jahe. Untuk lebih menarik dapat di tambahkan pewarna alami contohnya daun suji untuk pewarna hijau dan kunyit untuk member warna kuning. Kemasanya pun juga dapat di bentuk sedemikian rupa sehingga dapat menarik pelanggan untuk selalu membeli pathilo. Misalnya cara penataan letak pada kemasan di buat beraneka warna.
Pada saat ini jika ingin membutuhkan pathilo, setiap saat akan tersedia karena bahan singkong selalu ada. Singkong sewaktu-waktu ada dan warga pun juga sangat antusias karena singkong bila di jual gaplek/ singkong yang baru dipanen masih ada kulitnya harganya hanya Rp1000 hingga Rp1500 padahal jika di jual pathilo harga mencapai Rp5000 per kg.

F.      Simpulan
Pathilo merupakan jajanan tradisional khas Gunungkidul yang bahan utamanya terbuat dari singkong. Singkong mempunyai beberapa kandungan, namun yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan pathilo adalah pati. Tetapi, pathilo saat ini sudah tidak disenengi oleh para remaja. Oleh karena itu, peneliti mempunyai ide untuk lebih memvariasikan bentuk maupun rasa dari pathilo agar digemari para remaja dan bisa bersaing dengan jajanan modern saat ini.

Referensi
Djaafar, Titiek F dan Siti Rahayu. 2004. Mengolah Pathilo Dari Ubi Kayu. BPTP Yogyakarta.
Kandungan Pati Dari Singkong. Diakses 19/10/2012; 11.30; pada http://www.repository.upi.edu/operator/upload/s_d0451_0608460_chapter2.pdf




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HUBUNGAN ANTARA MONUMEN RADIO AURI TERHADAP SEJARAH KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA MONUMEN RADIO AURI TERHADAP SEJARAH KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA
                                                                                  
Disusun oleh :
Elisabet Susana W (07/XE)
Nur Aziza Y.P (23/XE)
Nur Safrini (24/XE)
Prahadika M.P (27/XE)

SMA NEGERI 2 WONOSARI
Jl.Ki Ageng Giring 3 Wonosari Gunugkidul
2012

KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT, Karena hanya dengan lindungan, rahmat dan karuniaNya-lah maka laporan ini dapat diselesaikan.

Laporan yang berjudul “ ADANYA HUBUNGAN ANTARA MONUMENT RADIO AURI TERHADAP SEJARAH KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA “ merupakan laporan yang disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran sejarah. Laporan ini memuat tentang sejarah berdirinya monumen dan hubungannya dengan kemerdekaan republik Indonesia.

Pada kesempatan ini saya sampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang mendukung laporan ini. Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi saya dan pihak lainnya. Saya menyadari bahwa laporan ini masih perlu diperbaiki , sehingga saran dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Wonosari,  25 Mei 2012

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Demi tercapainya kualitas pembelajaran yang baik, tidak hanya bisa dilakukan melalui proses belajar mengajar di dalam kelas saja. Siswa justru akan merasa jenuh dan penasaran, terutama terkait dengan materi yang dijelaskan oleh guru tersebut. Misalnya saja tentang keterkaitan antara kemerdekaan dengan Stasiun Radio PHB AURI PC-2. Untuk itu kegiatan observasi, yaitu pengenalan dan penelitian secara langsung pada objek-objek yang berhubungan dengan materi yang disampaikan tersebut, menjadi sangat penting untuk dilaksanakan.
Di Indonesia terdapat banyak  tempat-tempat pariwisata yang memiliki nilai sejarah. Terutama sejarah tentang kemerdekaan Republik Indonesia,contohnya Monumen 1 Maret dan Monument Radio AURI .
Monumen yang terletak di Kecamatan Playen ini menjadi salah satu tempat yang memiliki nilai sejarah karena keberhasilan menyiarkan berita tentang Serangan Umum 1 Maret 1949. Monument   ini tidak banyak dikenal oleh orang.
B.     Alasan Pemilihan Judul
Radio AURI memiliki peran sangat penting terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tanpa adanya radio ini mungkin Indonesia sampai sekarang sudah dianggap tidak ada. Oleh sebab itu, kami memilih judul tersebut untuk mengetahui lebih dalam keterkaitan kemerdekaan Indonesia dengan berdirinya monument Stasiun Radio AURI.
C.     Identifikasi Masalah
1.      Kapan dibangunnya monumen Stasiun Radio AURI ?
2.      Siapa yang berperan dalam pembangunan?
3.      Apa tujuan didirikannya?
4.      Bagaimana sejarah keberadaan stasiun radio AURI ?
5.      Bagaimana perawatan monumen radio auri?
D.    Rumusan Masalah
1.  Bagaimana kaitan monumen radio auri dengan kemerdekaan Indonesia?
 D. Tujuan
1.      Mengetahui kapan berdirinya monumen radio auri.
2.      Mengetahui siapa yang berperan dalam pembangunan monumen radio auri.
3.      Mengetahui tujuan didirikannya monumen radio auri.
4.      Mengetahui perkembangan monumen radio auri.
5.      Mengetahui perawatan monumen radio auri.
 E. Manfaat
1.      Dapat mengembangkan pengetahuan tentang monumen.
2.      Dapat mengenal sejarah monumen radio auri.
F. Metode Penelitian
1.      Setting Penelitian
a.       Tempat                                                : Monumen Radio Auri
b.      Waktu penelitian                                 : Maret 2012
c.       Sumberdana                                        : Iuran kelompok
d.      Jenis data                                            : Kualitatif
e.       Cara pengambilan data                       : Dengan observasi dan wawancara.
2.      Jadwal Penelitian
a.       Perumusan identifikasi masalah          : 1 Maret 2012
b.      Persiapan observasi dan wawancara   : 5 Maret 2012
c.       Observasi dan wawancara                  :  18 April 2012
d.      Penyusunan daftar laporan                 : 12 Mei 2012
e.       Penyelesaian laporan                           : 25 Mei 2012
BAB II
HASIL WAWANCARA DAN PEMBAHASAN
Sejarah keberadaan Stasiun Radio AURI  dimulai pada awal Januari 1949. Boedihardjo bersama anak buahnya, dibantu Basir Surya dan Sersan Udara Soeroso, masing-masing Komandan dan  Kepala Bagian  Lapangan Terbang Gading, membangun sebuah stasiun radio rahasia di Dusun : Banaran, Desa : Playen,  Kec. : Playen, Kab. Gunungkidul. Radio pemancar yang dipakai adalah tipe People Cooperation dengan callsign atau dikenal dengan  PC-2.
Peralatan radio ini dulunya diletakkan dirumah penduduk yang bernama prawirosoetomo,siaran radio ini dilakukan hanya pada saat malam hari agar tidak diketahui oleh belanda. Peralatan tersebut diletakkan didapur rumah,sedangkan pembangkit listrik diletakkan di tungku tanah yang ditutupi kayu bakar. Antena radio diletakkan di pohon kelapa, dan dipasang pada saat malam hari.
Salah satu prestasi stasiun AURI  Playen adalah keberhasilannya menyiarkan berita tentang Serangan Umum 1 Maret 1949.
Sumardjo sebagai  ahli waris Pawirosentono, mewakafkan tanah pekarangan beserta rumah joglonya untuk dijadikan monumen radio AURI  Playen yang diresmikan pada 10 Juni 1984 oleh Gubernur Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Di dalam rumah yang baru sekali dipugar ini terdapat belasan foto pahlawan, dan kondisi rumah pada jaman dahulu. Bahkan kamar yang digunakan untuk siaran masih dibuat seperti aslinya.
Meskipun monument ini menjadi tonggak sejarah, namun tampaknya monument ini kurang terawat. Kalau kita lihat fisiknya, banyak tulisan-tulisan yang ada sudah mulai pudar, tak dapat terbaca, seperti tulisan pada Perintah Panglima Besar Djendral Soedirman. Dan pada rumah joglo yang melatarbelakangi monumen itu pun tidak lebih menyedihkan lagi yaitu begitu banyak perabotan yang dimakan rayap dan perabot didalamnya rusak sehingga perlu perawatan yang lebih intens, termasuk penataannya.

“Dahulu waktu dikelola AURI, masih banyak mendapatkan perawatan, namun sekarang dikelola pemda kok malah perawatannya minim,” kata Sumarno yang menjadi penjaga selama hampir 25 tahun.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan karya tulis ini,kami  mengambil kesimpulan yaitu:
  • Monument merupakan salah satu bukti sejarah. Sejarah tentang  apa yang  pernah terjadi disuatu tempat. Misalnya Monument serangan 1 Maret
  • Monument Radio AURI ini merupakan salah satu tempat bersejarah yang berperan pada kemerdekaan Republik Indonesia,yakni keberhasilan menyiarkan tentang Serangan Umum 1 Maret 1949.sehingga luar negeri tahu tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia, dan dari monumen ini kita bisa belajar sejarah perjuangan bangsa Indonesia melalui dplomasi.

SARAN
1.      Dengan mengenal tempat-tempat bersejarah maka tanamkanlah dalam diri kita jiwa dan semangat kepahlawanan,
2.       Lestarikan dan peliharalah peninggalan-peninggalan sejarah agar tidak sampai hilang dan rusak,
3.       Binalah persatuan dan kesatuan bangsa agar peristiwa masa lalu tidak kembali,
4.       Teruskanlah perjuangan para pahlawan dengan membangun Bangsa Indonesia lebih maju.
BAB V
PENUTUP
Demikian laporan ini kami buat bila ada salah dan kurangnya mohon dimaafkan,dan kami sadar dalam penyusunan karya tulis ini masih banyak kekurangan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

SEJARAH SINGKAT TRADISI UPACARA ADAT CING CING GOLING

SEJARAH SINGKAT TRADISI UPACARA  ADAT  CING CING GOLING DUSUN GEDANGAN
2012

Di susun oleh:
Arifiani Kurniasih       (11/XC)
Astrid Rhohmawati    (13/XC)
Desy Rochmawati       (24/XC)
Devi Utari Widhowati            (27/XC)

SMA NEGERI 2 WONOSARI GUNUNGKIDUL
Jl. Ki Ageng Giring 3 Wonosari, Telp.391158
2011/2012

LEMBAR PENGESAHAN
Sejarah tradisi adat upacara Cing Cing Goling untuk memenuhi tugas mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Sejarah Semester Genap Kelas XC disusun oleh:
1.      Arifiani Kurniasih
2.      Astrid Rhohmawati
3.      Desy Rochmawati
4.      Devi Utari Widhowati
     Telah disahkan penggunaannya oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 2 Wonosari  pada:
Hari/Tanggal   :
Tempat            :
     Untuk selanjutnya dapat digunakan di kalangan SMA Negeri 2 Wonosari Gunungkidul.

     Wonosari,                              2012
          Kepala Sekolah                                                                       Pembimbing

       Drs. Widarno, MM                                              Dyah Nawangwulan, S.Pd
Nip. 195702201986021001                                       Nip. 197509122005012009                            
KATA PENGANTAR
       Dalam sejarah Indonesia, berbagai keragaman budaya dan tradisi yang ada kita dapat mempelajari dan mengenal jenis keragaman budaya yang ada di Indonesia, salah satunya tradisi adat upacara Cing Cing Goling yang berasal dari dusun Gedangan, Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan dari hasil pengamatan dan penelitian yang kami adakan diharapkan pembaca dapat mengenal beranekaragam kebudayaan Indonesia.
       Sejarah upacara  Cing Cing Goling yang kami sajikan yang disusun berdasarkan kejadian yang nyata dan kami melakukan pengamatan pada tradisi adat upacara Cing Cing Goling yang sudah lama keberadaannya tetapi banyak masyarakat yang belum mengetahui tradisi adat upacara Cing Cing Goling ini, maka dari itu kami membuat laporan ini.
       Harapan kami, semoga laporan yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi Guru, kariyawan, dan Siswa khususnya di SMA Negeri 2 Wonosari dalam mempelajari suatu kebudayaan dan tradisidi Indonesia. Saran dan kritik sangat kami harapkan demi pengembangan dan kesempurnaan laporan ini di masa yang akan datang.

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Cing Cing Goling dapat dikategorikan sebagai upacara selamatan atau rasa syukur. Perayaan ini rutin dilakukan di dusun Gedangan, Gedangreja, Kecamatan Karangmojo, Wonosari Gunungkidul. Pada saat perhelatannya Upacara Cing Cing Goling mampu menjadi magnet yang menarik perhatian masyarakat, baik yang berasal dari Kabupaten Gunungkidul maupun luar daerah. Melihat potensi yang cukup besar tersebut, maka tahun 2009 lalu. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul berupaya untuk medata, mengkaji, dan mempromosikan Upacara Cing Cing Goling sebagai salah satu paket wisata budaya andalan Kabupaten Gunungkidul.
Dikisahkan, bahwa pelarian Prajurit Majapahit , Wisang Sanjaya dan Yudopati (tentu saja beserta rombongan) menetap di daerah sekitar Kali Dawe, Gedangrejo.  Mereka hidup dengan menjadi petani dan membangun bendungan di Kali Dawe untuk mengairi lahan pertanian.  Selain berperan dalam pertanian, Wisang Sanjaya dan Yudopati juga memberikan masyarakat asli harapan dan keberanian untuk  m cing cing elawan perampok yang telah lama meresahkan desa mereka.
Masyarakat Gedangrejo setiap panen ke – 2 (sekitar Bulan Mei, Juni, Juli ) mengenang dua legenda itu dengan mengadakan upacara syukuran Cing-Cing Goling yang diselenggarakan di dekat bendungan Kali Dawe. Hari yang diambil untuk pelaksanaannya adalah Senin Wage atau  Kamis Kliwon. Dalam upacara ini  warga membuat ayam panggang, lauk-pauk dan nasi sebagai perlengkapan kenduri. Keperluan kenduri ini akan dikirab dari rumah Kepala Dusun Gedangan menuju ke Bendung Kali Dawe, yang nantinya dibagikan kepada para pengunjung. Selain kenduri, juga diadakan fragmen pelarian Majapahit yang mengambil tempat di ladang yang ada di sekitar Bendungan Kali Dawe. Pada adegan ini puluhan orang berlarian menginjak-injak tanaman pertanian di ladang  sekitar bendungan.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana asal mula dan tata cara pada upacara adat Cing Cing Goling ?
2.    Apa nilai-nilai yang ada dalam Cing Cing  Goling ?

C.  Tujuan Pengamatan
Tujuan pangamatan ini adalah untuk mengetahui bagaimana asal mula dan tata cara pada upacara adat Cing Cing Goling dan apa saja nilai-nilai yang ada dalam Cing Cing Goling.

D.  Metode Pengamatan
1)   Metode Interview
Untuk dapat menambah wawasan tidak hanya cukup dengan menggunakan metode observasi saja. Kami menambah wawasan dan pengetahuan kami melalui wawancara untuk menerapkan metode interview. Adapun teknik yang kami tempuh adalah sebagai berikut :
a)           Teknik Wawancara
Teknik ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lengkap antara lain:
                     a.  Yang bernama Cing Cing Goling
                     b.    Kegunaan/manfaat dari perairan Cing Cing Goling
       2)    Teknik Studi Pustaka
                   Pada teknik ini kami mencari informasi dengan membaca referensi tentang upacara adat Cing Cing Goling, kegunaan dan manfaat perairan di Dusun Gedangan. Selain itu kami juga  mencari sumber-sumber penunjang sebagai pelengkap pengetahuan kami melalui artikel dari internet.

BAB II
UPACARA CING CING GOLING

A.  Asal Mula Tradisi Cing Cing Goling
       Sejarah adat upacara Cing Cing Goling terjadi pada abat ke-15 tertulis pada tahun 1400 M. Diawali dari peperangan antara keraton Majapahit dan Keraton Demak.
       Pasukan Demak memenagkan peperangan tersebut, banyak prajurit serta senapati yang gugur dan banyak yang mengungsi untuk mencari kehidupan.Sehingga Prabu Browijaya yang ke-5 lengser. Dahulu penjabat dan bangsawan keraton Majapahit Eyang Wisang Sanjaya dan istrinya beserta keluarganya Senopati Ki  Tripoyo untuk mencari pengungsian bawasannya rombongan itu sering di kejar-kejar para perampok karena ingin memiliki harta serta suka dengan kecantkan Nyi Wisang Sanjaya. Maka Nyi Wisang Sanjaya lari dan Nyi Wisang Sanjaya menaikan pakaian sengga betis nya kelihatan dan mengoda iman para perampok. Eyang Wisang Sanjaya mempunyai pusaka sebuh cambuk yang sangat ampuh, semumpama digunakan dapat gunung dapt hancur dan lautan akan kering. Rombongan tersebut mencari pengungsan sampai kedusun Gedangan, disana mereka diterima dengan senang oleh sesepuh Gedangan, diantaranya:
1) Kyai Brojonolo
2) Kyai Honggonolo
3)   Kyai Nolodongso
       Semua kebutuhan hidup telah dicukupi oleh masyarakat Gedangan. Supaya tidak mengetahui keraton Majapahit menyelamatkan diri ke Desa Gedangan Eyang Wisang Sanjaya berganti nama menjadi Kyai Gedangan (Kyai Pisang Sanjaya). Eyang Wisang Sanjaya merasa berhutang budi pada masyarakat Gedangan sehingga ingin membalas kebaikan masyarakat Gedangan dengan membuat bendungan yang ada di sungai Kedung Dawang.
       Eyang Tripoyo bertapa ada di sungai Kedung Dawang, kemudian bendungan tersebut dibuat dengan kayu dan bambu. Setelah bendungan sudah jadi tetapi belum bisa digunakan karena belum bisa mengalir airnya.
       Zaman dahulu Eyang Tripoyo ingat dengan Eyang Yudopati bahwa mempunyai pusaka cis (seperti tombak) kemudian selokan di garis mengunakan cis, belum sampai selesai membuat bendungan tersebut ayam jago sudah berokok yang menunjukan bahwa hari sudah pagi dan Eyang Yudopati mengakhiri membuat bendungan tersebut, Bendungan yang terbuat sepanjang + 700 m2 kemudian diberi tanda pohon kluwih tujuannya agar diselesaikan oleh masyarakat Gedangan. Air yang berada di bendungan Kedung Dawang penuh , para petani senang bertanam di sawah dan ladang. Tanaman yang ditaman sangat subur.
       Eyang Wisang Sanjaya bersama pengikutnya pun mengadakannsyukuran ada dibawah pohon beringin, semua itu untuk mengucapkan rasa syukur pada Allah SWT, karena sudah terlaksananya dalam membalas budi kepada masyarakat Gedangan. Itulah peninggalan Cing Cing Goling.
       Cing Cing Goling itu mengambarkan perjalanan para abdi dalem Majapahit dalam mengungsi yang di goda para brandal. Dlam melarikan diri putri keraton, meaikan nyamping dan betisnya terlihat  sehingga merusak iman para brandal, tradisi upacara adat menjadi Cing Cing Goling.


B.  Makna Upacara Cing Cing Goling
       Cerita sejarah Cing Cing Goling mempunyai makna ingin mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT masyarakat Gedangan merasa tentram , tenang, dan pakaian dan makanan sudah tercukupi.
       Upacara adat dilaksanakan , yang sudah dilestarikan kepada generasi berikutnya. Yang dilaksanakan setiap  tahun sekali, setelah panen sawah. Yang dilaksanakan pada Kamis Kliwon atau Senin Wage.
       Upacara adat tersebut terdapat beberapa pantangan atau larangan, bahwa dalam membuat makanan yang akan disodakohkan kepada Allah SWT :
1.    Makanan yang dimasak tidak boleh diicipi.
2.    Tidak boleh memasak tempe dele.
3.    Orang hamil tidak boleh menghadiri.
4.    Makanan  yang akan di sodakohkan harus iklas.
       Rangkaian upacara adat Cing Cing Goling di mainkan oleh 24 orang (23 putra dan 1 perempuan) 21 orang berperan sebagai perampok, 2 orang berperan sebagai Eyang Wisang Sanjaya dan Eyang Tropoyo, dan 1 orang wanita berperan sebagai Nyi Wisang Sanjaya. Eyang Wisang Sanjaya dan istrinya meninggal dan dimakamkan di pemakaman Krapyak Gedangan.
       Eyang Tropoyo meninggal hilang beserta raganya di bendungan Kedung Dawang, tidak seorangpun menemukan jasadnya sampai sekarang. Eyang Yudoati meninggal dan dimakamkan di pemakaman Delu Gedangan dan segala pusaka Majapahit hilang di lokasi.
C.  Proses Upacara Cing Cing Goling
1.    Satu hari sebelum acara berlangsung, warga sekitar membersihkan tempat upacara berlangsung, terutama adalah tempat untuk sesaji.
2.    Sesudah membersihkan, mereka bersama juru kunci membuat pembatas yang terbuat dari janur (daun kelapa muda). Fungsi dari pembatas tersebut adalah untuk membatasi bagi orang yang sedang haid maupun sedang hamil yang tidak boleh menonton melebihi pembatas tersebut.
3.    Malam sebelum acara berlangsung, seluruh pemain Cing Cing Goling  bersama sang juru kunci melakukan doa bersama di tempat sesaji yang telah dibersihkan (melakukan tirakatan).
4.    Hari berikutnya, semua pemain dirias sesuai dengan profesi masing-masing.
5.    Semua warga yang ingin menonton beserta pemain berjalan (iring-iringan) ke tempat sesaji yang didampingi oleh juru kunci, dengan membawa ingkung.
6.    Setelah sampai di tempat sesaji, ingkung didoakan bersama-bersama yang di pimpin oleh juru kunci.
Selanjutnya, ingkung diberikan kepada warga, sehingga warga berebut untuk mengambilnya dan akhirnya acara Cing Cing Goling pun di mulai.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
       Kesimpulan yang dapat kami tarik dari cerita di atas dan dari hasil pelitian bahwa Tradisi Upacara Cing Cing Goling sangat bermanfaat seperti halnya dapat mengetahui tempat bersjarah dan sebagai media pebelajaran tentang suatu budaya yang beragam tersebut, dan mengajarkan untuk iklas dalam berbagi.

B.  Saran Dan Keritik
1. Diharapkan warga Gedangan dapat melestarikan budaya Cing Cing Goling   hingga masa yang akan datang.
2. Menjaga kebersihan bendungan dan parit yang peninggalan dari Kyai Wisang Sanjaya yang ada pada desa Gedangan agar dapat digunakan turun temurun hingga generasi yang akan datang.
3.  Sebaiknya warga Gedangan selalu mengingat apa larangan ketika diadakan upacara cing-cing goling, agar tidak terjadi hal-ha yang tidak diinginkan.
C.  Manfaat Objek
·      Dapat mengetahui tempat bersejarah.
·      Mengetahui objek wisata yang bersejarah.
·      Mengetahui tradisi dan kebudayaan Indonesia yang beragam.
·      Dapat digunakan untuk media pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Sugiyanto.Sejarah Singkat Tradisi Upacara Adat Cing Cing Goling Dusun Gedangan

LAMPIRAN
A.  Wawancara
1.    Bapak  Suprapto
2.    Bapak Efendi Muhatta
3.    Bapak Rubiyo
4.    Mbah Rejo Tamsi
Daftar Pertanyaan :
1.        Bagaimanan asal mula upacara Cing Cing Goling di desa Gedangan?
2.        Bagaimana pelaksanaan upacara adat Cing Cing Goling berlangsung?
3.        Apa yang membedakan tradisi upacara Cing Cing Goling dengan tradisi lain?
4.        Apa saja larangan saat upacara Cing Cing Goling berlangsung?
5.        Mengapa warga di desa Gedangan masih melestarikan budaya Cing Cing Goling ?
6.        Siapa saja yang berperan penting dalam asal mula Cing Cing Goling ?
7.        Bagaimana tanggapan warga dengan adanya budaya Cing Cing Goling Ini ?
8.        Apakah ada warga lain daerah bahkan orang asing yang menonton acara Cing Cing Goling ini ?
9.        Berapa lama upacara Cing Cing Goling berlangsung ?
10.    Setiap kapan acara Cing Cing Goling dilaksanakan ?
11.    Berapa banyak pemain yang memerankan tokoh-tokoh tersebut ?
12.    Mengapa di Dusun Gedangan ini setiap rumah ditanami pohon pisang ? Apakah ini ada hubungannya dengan Tradisi Cing Cing Goling ?

B.     Data Pendapatan Informasi
Nama
Alamat
Tempat,Tanggal Lahir
Kedudukan
Suprapto
Gedangan III, Karangmojo, Gedangrejo, Gunungkidul
Gunungkidul, 11 Maret 1963
Ketua Panitia
Efendi Muhatta
Gedangan I, Karangmojo, Gedangrejo, Gunungkidul
Gunungkidul, 19 Desember 1961
Sekertaris
Rubiyo
Gedangan III, Karangmojo, Gedangrejo, Gunungkidul
Gunungkidul, 15 Agustus 1953
Pemain
Rejo Tamsi
Gedangan I, Karangmojo, Gedangrejo, Gunungkidul
Gunungkidul, 11 Maret 1963
Juru Kunci
                       

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS